Label

Senin, 16 Februari 2009

Ponari, cermin masyarakat “putus asa” dan cari jalan pintas




Ponari, cermin masyarakat “putus asa” dan cari jalan pintas
Heboh (untuk tidak menyebut dengan fenomena) Ponari mengusik ketenangan dan kebingungan masyarakat. Sudah menjadi “tradisi berulang”, apabila ada sesuatu yang baru dan “irrasional”, masyarakatpun menjadi hilang akal dan berduyun-duyun dengan segala resiko. Apalagi kalau sudah menyangkut soal pengobatan. Di Yogyakarta tahun lalu, juga terjadi, yaitu rame-rame “kungkum” di air limbah PG Madukismo untuk mencari khasiatnya. Berita dari mulut ke mulut sangat efektif menyebarkan berita, dan tentu saja penyampaian berita model itu selalu “tambah bumbu”.
Dalam cerita rakyat yang hidup di masyarakat selalu kata “sakti” itu muncul, salah satunya adalah cerita pewayangan yang penuh dengan tokoh sakti dan obat yang berkhasiat. Tidak hanya didominasi cerita masyarakat Indonesia, kita juga bisa melihat dongeng dari HC Andersen, selalu ada kata sakti. Ingat cerita Putri Salju atau kisah yang lain. Bahkan kalau mau jujur cerita atau kisah para Nabi dan Rasul banyak dibumbui denga semacam itu yang disebut dengan “mukjizat”. Meski iman kita akan menerima hal semacam itu. Cerita yang dari waktu ke waktu selalu bertambah bumbunya itu akhirnya menjadi “candu” bagi masyarakat. Sehingga masyarakat selalu mencari jalan pintas, tidak mau bekerja keras dan cerdas.
Penyebaran berita dan cerita menjadi semakin di dukung oleh media yang mengutamakan “rating” sehingga kepentingan pasar lebih diutamakan dari pada pendidikan. Dengan demikian seakan mendapatkan “legalitas” ketika b erita itu sudah dimuat oleh media. Repotnya lagi kadang sebagian orang nimbrung dengan memberikan penguatan dan mencari pembenaran dengan alasan yang dibuat “agak rasional”.
Kejadian semacam itu mestinya membuat para petinggi pendidikan maupun kesehatan melakukan upaya penyadaran segera agar masyarakat tidak menjadi semakin menjadi korban. Mestinya departemen kesehatan, segera membuktikan kesembuhan para pasien Ponari, atau meneliti air yang sudah dicelupi “batu petir”, apakah ada kandungan zat-zat tertentu.
Menjadi semakin rumit ketika kemudian, banyak orang yang mengambil keuntungan dari hal tersebut, baik ekonomi maupun politis (jelang pemilu). Kita tidak ingin daftar “kebodohan” bangsa In donesia semakin panjang, seperti kisah Ratu Markonah, Bayi Ajaib dari Cut Zahara Fona ataupun Blue Energy atau Banyu Geni dari Djoko.

Tidak ada komentar: