Label

Selasa, 05 Januari 2010

PENGECUT – PEMAAF – PELUPA MIKUL DHUWUR MENDHEM JERO






Sejarah bangsa Indonesia Merdeka, memang diwarnai aneka warna dan dinamika politik, seiring dengan jatuhnya bangunnya kekuasaan. Dari presiden pertama Sokarno, Suharto, Habibi, Gus Dur, yang berhenti dengan tidak mulus menampakkan dinamika politik yang belum mapan di Negara ini, meskipun terkadang lebih banyak pada dinamika elit politik atau masyarakat yang vocal. Sementara sebagian besar masyarakat lebih banyak diam.
Bung Karno presiden Indonesia pertama, begitu mampu menyihir masyarakat Indonesia, sehingga ketika mengeluarkan “DEKRIT 1959” boleh dikata tidak ada perlawanan. Sayangnya beliau kurang mawas diri, sehingga pidato pertanggungjawabannya ditolak, dan beliau harus lengser. Dalam era orde baru nama Bung Karno seakan tenggelam, jasanya sebagai proklamator nyaris tidak pernah diingat. Ketika Bungkarno wafat, tahun 1971, orang pun berduka dengan setengah hati. Semua terfokus pada Pak Harto sebagai presiden dengan segala atribut kekuasaannya.
Kekuasaan 0rde Baru masuk ke dalam semua sisi kehidupan, tiada lagi tersisa, sehingga dengan semangat gelar Bapak Pembangunan disematkan ke Pak Harto. Setiap pesta demokrasi lima tahunan, selalu ada Apel Kebulatan Tekad untuk mendukung Pak Harto sebagai Presiden kembali. Rakyat bergembira….yang semula takutpun sudah lupa takutnya….untuk takutpun sudah takut.
Roda Sejarah terus berputar ….seiring memburuknya perekonomian bangsa, Pak Harto pun jatuh, dia yang semula dielu-elukan, dalam waktu sekejap dicampakkan. Habibi yang menjabat presiden, dalam waktu singkat mampu menaikkan kembali nilai rupiah yang sebelumnya merosot. Tetapi rupanya prestasi Habibi belum mampu membuat pidato pertanggungjawabannya diterima, diapun dicampakkan.
Melalui liku politik di sidang MPR, terpilih Gus Dur sebagai presiden ke empat republik ini. Gebrakan demi gebrakan dia lakukan, berbagai isu pun muncul. Nama Bung Karno kembali menggelora, stadion utama Senayan dijadikan Gelora Bung Karno, masyarakat kembali mengelu-elukan Bung Karno. Tetapi berbagai kebijakan Gus Dur mendapat banyak perlawanan, kesibukan Gus Dur ke luar negeri mengundang protes, serta muncul isu pribadi seputar Gus Dur, Ini semua membuat MPR merasa perlu bertindak dengan melalui mekanisme memorandum.
Memorandum 1 dilontarkan oleh MPR, disusul memorandum 2, Gus Dur terpancing, sehingga muncul Dekrit Presiden. Karena tidak punya kekuatan politik yang memadai serta tiada dukungan militer, akhirnya Gus Dur pun jatuh. Megawati naik sebagai presiden, otomatis nama Bung Karno semakin berkibar. Sayangnya pada dua pemilu berikutnya Megawati tidak berhasil.
Pada pemerintahan SBY yang kedua Gus Dur meninggal dunia, SBY menyatakan berkabung nasional selama seminggu. Rakyatpun berlomba menyatakan duka-citanya, bahkan mereka yang dulunya berseberangan melupakan semuanya, baik lawan politik seperti Amien Rais, ataupun lawan internal PKB seperti Muhaimin Iskandar, melupakan semua perseteruannya. Semuanya mendukung penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk Gus Dur. Yang menarik ditengah hiruk-pikuk dukungan muncul dukungan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk Pak Harto, penguasa orde baru.
Begitulah, bangsa Indonesia yang oleh Gus Dur dikatakan pengecut, karena tidak berani menghukum mereka yang bersalah. Ternyata juga mudah melupakan kesalahan para pemimpinnya, meski mereka harus dicampakkan atau dilengserkan sekaligus juga menjadi bangsa pemaaf.
Kita tentu masih ingat ucapan Bung Karno :”JAS MERAH, Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah…”. Demikian ucapan Pak Harto :”Kita harus mikul dhuwur, mendhem jero…..” dan kata Gus Dur :”bangsa Pengecut….”
Kita semua jadi ingat sebuah buku “MANUSIA DALAM KEMELUT SEJARAH” terbitan LP3ES atau tulisan “Manusia Indonesia” yang terbit tahun 70-an. Sejarah mestinya menjadi kaca tempat kita bercermin…sesudah itu..terserah penguasa..eh..anda.
Wallahu a’lamu bishshowwaab.

Tidak ada komentar: