Label

Rabu, 28 Oktober 2009

SOEMPAH PEMOEDA 1928


SOEMPAH PEMOEDA 1928
(benarkah kita berbahasa satu….???)

Kesadaran terhadap perlunya memantapkan perjuangan kebangsaan dirasakan oleh segenap kelompok Pemuda Indonesia waktu itu. Baik kelompok yang berbasis kedaerahan maupun agama (JIB). Menarik kalau kita simak isi naskah SOEMPAH PEMOEDA 128 :
POETOESAN CONGRES PEMOEDA-PEMOEDA INDONESIA
Kerapatan Pemoeda-Pemoeda Indonesia jang diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan, dengan namanja: Jong Java, Jong Sumatranen Bond (Pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen Pasoendan, Jong Islamieten Bond, Jong Bataks, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia;
membuka rapat pada tanggal 27 dan 28 October tahoen 1928 dinegeri Djakarta;
sesoedahnja mendengar pidato-pidato dan pembitjaraan jang diadakan dalam kerapatan tadi;
sesoedahnja menimbang segala isi pidato-pidato dan pembitjaraan ini;
kerapatan laloe mengambil poetoesan:
PERTAMA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH-DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA.
KEDOEA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA.
KETIGA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA.
Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia;
mengeloearkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatoeannja:
kemaoean
sejarah
bahasa
hoekoem-adat
pendidikan dan kepandoean;
dan mengeloearkan pengharapan soepaja poetoesan ini disiarkan dalam segala soerat kabar dan dibatjakan dimoeka rapat perkoempoelan-perkoempoelan kita



Dari naskah tersebut terlihat dengan jelas “perbedaan” sikap dalam ketiga sumpah tersebut, untuk tumpah darah atau tanah air serta untuk bangsa, maka dengan tegas dinyatakan bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Demikian juga untuk bangsa, dinyatakan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Tetapi untuk bahasa, menggunakan kalimat yang berbeda, yaitu “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Jadi kalau kita sekarang menyatakan “satu nusa, satu bangsa, satu bahasa INDONESIA”. Nampaknya ada sesuatu yang rancu, karena kita sangat mengakui dan menghormati adanya bahasa daerah yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia.
Memang kita tidak perlu juga menyalahkan Liberty Manik yang menggubah lagu Satu Nusa Satu Bangsa, yang di dalam lagu tersebut juga menyebut “satu bahasa”. Tetapi jangan sampai kita bersikap “mendua”, di satu sisi menyatakan berbahasa satu bahasa Indonesia, tetapi pada sisi lain kita menggunakan dan melestarikan bahasa daerah.
Sebab sikap mendua dan salah kaprah bisa berakibat, kita menjadi bangsa yang tidak konsisten.

Tidak ada komentar: