Label

Selasa, 19 Februari 2013

URUSAN DUNIA


الدنيا

المراد “بأمر الدنيا” فى قوله صلعم: أنتم أعلم بأمر دنياكم. هو الأمور التى لم يبعث لأجلها الأنبياء
Yang dimaksud “urusan dunia” dalam sabda Rasulullah SAW.: “Kamu lebih mengerti urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para Nabi (yaitu perkara-perkara/pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).
Kalima di atas dikutip dari Kitab Masalah Lima, bab Dunia (Himpunan Putusan Tarjih).
Hidup manusia adalah di dunia, dan dunia terus menerus mengalami perkembangan seiring perjalanan waktu.  Untuk mengelola dunia Allah SWT telah menitahkan kepada manusia untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi.


وإذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال إني أعلم ما لا تعلمون
Al Baqarah : 30.  Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Meski pada saat itu para malaikat sempat “mempertanyakan” rencana Allah SWT, tetaplah manusia dijadikan Allah menjadi khalifah.  Untuk membekali tugas kekhalifahan, Allah menganugerahkan ilmu kepada manusia, dan inilah kelebihan manusia dibanding malaikat.

قال يا آدم أنبئهم بأسمآئهم فلما أنبأهم بأسمآئهم قال ألم أقل لكم إني أعلم غيب السماوات والأرض وأعلم ما تبدون وما كنتم تكتمون

Al Baqarah : 33.  Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"

Demikianlah Allah SWT telah memberikan bekal kepada Adam  as, sebagai manusia pertama yang bertugas mengelola dunia seisinya.  Tidak hanya itu Allah juga memberikan keistimewaan yang lain

ولقد كرمنا بني آدم وحملناهم في البر والبحر ورزقناهم من الطيبات وفضلناهم على كثير ممن خلقنا تفضيلا
Al Isra' : 70.  Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang elah Kami ciptakan.

         
Untuk menjaga agar kehidupan manusia senantiasa pada “jalan” Allah, sejak awal Allah SWT telah menurunkan Rasul/Nabi yang selalu mengingatkan manusia tentang tugas pokok pengabdiannya kepada Allah SWT di muka bumi ini.  Sejak Nabi Adam as hingga Rasulullah Muhammad SAW, Allah senantiasa memberikan panduan dalam bentuk “bashiran wa nadziran”.
          Seiring perkembangan budaya manusia, sebagai khalifah Allah di muka bumi, manusia mempertahankan kehidupannya dengan berbagai cara yang “cerdas” dan “kreatif” agar bisa hidup layak di muka bumi.  Secara bertahap perkembangan budaya manusia dengan ilmu pengetahuannya telah memberikan “kemudahan” manusia untuk melaksanakan kehidupannya.
          Pada awal budaya manusia, Adam as menggunakan “daun-daun” utnuk menutupi “aurat” nya, kemudian dengan proses kreatif, manusia mulai mengenal penggunaan kapas sebagai serat kain.  Serta pemanfaatan logam seperti kita lihat pada kisah-kisah nabi terdahulu.  Pada proses kreatif manusia ini, manusia mendapat kebebasan untuk mengeksploitasi kemampuannya, sehingga bisa dilihat sejarah peradaban manusia yang tumbuh dengan “luar biasa”.  Sebagaimana firman Allah SWT, bahwa manusia yang “shalihun” akan mampu menguasai dunia

ولقد كتبنا في الزبور من بعد الذكر أن الأرض يرثها عبادي الصالحون
Al Anbiya : 105.  Dan sungguh Telah kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi Ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.

Penggunaan kata “shalihun” tentu mempunyai makna yang spesifik.  Oleh karena itu manusia perlu untuk terus-menerus berbuat shalih agar bisa menjadi penguasa dunia.
          Pada sisi yang lain Allah SWT juga memberikan janji kepada manusia yang taat akan mendapatkan kehidupan akhirat yang penuh kenikmatan (surga). Oleh karena itu terkadang pada sebagian orang kemudian memunculkan sikap dikhotomi, urusan dunia atau urusan akhirat.  Pada satu kelompok lebih mementingkan urusan dunia dan pada kelompok lain lebih mementingkan urusan akhirat.
Penyeimbangan kehidupan dunia dan akhirat adalah tuntunan agama, karena memang kehidupan akhirat yang baik akan sangat tergantung dengan keadaan hidup di dunia.  Karena Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, maka manusia bisa mengelola dunia dengan sebaik-baiknya.
          Sejarah pasca Rasulullah SAW telah menunjukkan perkembangan budaya manusia yang sangat cepat.  Para sahabat dan tabi’in telah mampu mengikuti petunjuk Rasulullah SAW sebagai manusia utama, dengan menjalankan misi risalahnya, menguasai dunia tanpa meninggalkan ketaatannya sebagai hamba Allah SWT.
          Ketentuan/tata cara  ibadah kepada Allah SWT adalah hak Allah dengan mencontoh perilaku Rasulullah SAW.  Sementara dalam kehidupan dunia, menggunakan akal dan kemampuannya untuk mengelola dunia dengan sebaik-baiknya. Bisa dilihat pada masa keemasan kekuasaan dunia Islam, muncul ilmuwan-ilmuwan yang luar biasa, justru ketika mereka mencoba menerjemahkan peninggalan kitab-kitab Yunani.  Sehungga kita kenal Al Chimi, Al Khawarizmi, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan sederet ilmuwan-ilmuwan besar yang telah berjasa sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia.  Memang kemudian dalam perkembangan dunia modern sekarang ini, seakan ummat Islam menjadi tertinggal.
          Inilah yang perlu ditelaah secara kritis dan kreatif, dengan tetap berpegang teguh pada keyakinan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.  Pada satu kelompok terkadang ada keraguan ketika akan menggunakan penemuan-penemuan “orang lain” sehingga takut disebut menjadi kelompok tersebut.  Oleh karena itu perlu kita melihat sejarah para sahabat pasca Rasulullah SAW.  Kecerdasan dan proses kreatif Khalifah Usman bin Affan adalah salah satu contoh, ketika beliau “membukukan” Al Qur’an, sesuatu yang pada masa Rasulullah SAW serta khalifah Abu Bakar ra dan Umar ra tidak dilakukan.  Demikian pula proses cerdas dan kreatif Khalifah Umar bin Khattab ra, menetapkan penggunaan perhitungan/penanggalan dengan tahun Hijriyah, tanpa harus takut disebut meniru budaya bangsa/agama lain.
          Pada periode-periode berikut, muncul ulama-ulama besar yang dengan proses kreatif dan kecerdasannya membukukan Hadits Rasulullah SAW, seperti yang dilakukan oleh Imam Syafii, Imam Hambali dan para mujtahid yang lain.  Padahal membukukan/menulis hadits “pernah dilarang” oleh Rasulullah SAW dan juga tidak dilakukan oleh para sahabat.  Keberanian dan proses kreatif tersebut sekarang sangat terasa manfaatnya bagi perkembangan kaum muslimin.  Demikian juga se abad lampau KHA Dahlan juga dengan berani melakukan terobosan kreatifnya mendirikan organisasi Muhammadiyah serta mendirikan sekolah “klasikal” tanpa harus takut disebut “tasyabuh” atau meniru budaya orang-orang kafir.
          Penggunaan kalender internasional dengan perhitungan matahari (syamsiyah) adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari.  Perhitungan ini sangat membantu manusia dalam memperhitungkan musim tanam/musim panen ataupun yang berkaitan dengan cuaca.  Untuk itulah ummat Islam tidak perlu ragu menggunakan kalender tersebut, disamping menggunakan kalender qamariyah untuk menentu waktu ibadah (ramadhan dan haji).
          Perkembangan budaya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia demikian cepatnya dan harus diakui sekarang ini, dunia ilmu pengetahuan dikuasai oleh “orang lain”demikian juga ekonomi dan politik.  Akankah kita ummat Islam, kemudian menjadi “ummat yang terpinggirkan”.  Tentu jawabannya adalah tidak, oleh karena itu proses kreatif dan cerdas harus terus kita lakukan agar kita mampu menjadi “ibadiyah sholihun“ yang bisa menguasai dunia,  dengan cara mempelajari ilmu pengetahuan yang berkembang serta menggunakan momentum waktu yang tepat untuk mengingatkan manusia, tanpa harus takut disebut “tasyabuh” selama itu adalah “urusan dunia”, karena Antum A’lamu bi Umuri Dun-yakum.
Wallahu a’lamu……

Tidak ada komentar: