Label

Rabu, 28 Agustus 2013

Mempertahankan Kemenangan


Khutbah Idul Fithri
Di Alun-alun Utara Yogyakarta
1 Syawwal 1434H / 8 Agustus 2013M

Mempertahankan Kemenangan

Muhammad Akhyar Adnan


إِنّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا، أَشُهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ، اللّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن،
أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِالتَّقْوَى فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى
قَالَ اللهُ سبحانه وتَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْعَزِيْز، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيْم: ((يَا آيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا ادْخُلُوْا فِيْ السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ)) (سورة البقرة:208)
وقال تعالى أيضا: ((قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا)) (سورة الشمس:9-10)
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ  وَلِلّهِ الْحَمْد
Ma`asyiral Muslimin wal Muslimat, Rahimakumullah
Setinggi puji dan sedalam syukur hanya patut dipersembahkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, atas segala nikmat yang sudah, sedang dan insya Allah masih akan kita nikmati sepanjangsisahidupkita. Mulai yang paling sederhana seperti kesempatan menikmati Hari Raya Idul Fithri ini, kesempatan berkumpul dengan keluarga, kesehatan dan seterusnya sampai kepada nikmat tertinggi, yakni hidayah Allah SWT yang hanya diberikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya.Alhamdulillah, kita yang hadir pada saat ini termasuk yang dipilih Allah untuk mendapatkan hidayahNya.
الله اَكْبَر اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الحَمْدُ
Ma`asyiral Hadirinwal Hadirat, Rahimakumullah 
Pada hari ini, dengan izin Allah, kita sampai pada hari kemenangan yang dijanjikan Allah SWT, setelah sebulan lamanya, kita memanfaatkan periode luarbiasa istimewa yang Allah berikan kepada kita sebagai salah satu bentuk nikmat yang tiada ternilai.
Selama Ramadhan, kita banyak belajar kembali bagaimana menata hidup secara lebih Islami. Kita belajar sungguh-sungguh menahan diri dari hal-hal yang tidak baik, bahkan dari hal-hal yang dihalalkan di luar bulan Ramadhan, seperti makan dan minum. Kita juga belajar menata emosi kita agar lebih sabar terhadp berbagai ujian dan godaan, banyak bersyukur serta tawakkal kepada Allah SWT. Kita belajar meninggalkan tabdzir, ghibah, apalagi fitnah.  Atau apapun yang bersifat kekejian dan kemungkaran. Kita membakar dosa-dosa kita, seraya memperkaya pundi-pundi pahala.

Selama Ramadhan pula, kita semakin meningkatkan kegiatan ibadah kita, baik yang bersifat ibadah mahdhah, maupun ibadah-ibadah sunnah. Kita lipat gandakan shalat sunnat, kita baca dan kaji lebih banyak ayat-ayat Al Qur’an. Tidak sedikit diantara kita yang berhasil mengkhatamkan Al-Qur’an hingga beberapa kali.
Selama Ramadhan, kita lebih sering mendatangi majlis ilmu untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan kita, khususnya dalam bidang keagamaan.
Juga selama Ramadhan, kita tunaikan sedekah, infaq dan zakat yang lebih bayak dibanding bulan-bulan sebelum maupun sesudahnya.
Seperti kita sudah fahami bahwa Ramadhan dibagi menjadi tiga: 10 hari pertama, merupakan periode rahmah; 10 hari kedua merupakan periode maghfirah atau pengampunan, dan periode 10 hari terakhir merupakan itqan minannaar, atau pembebasan dari api neraka.  Alhamdulillah, kita yang hadir saat ini, insya Allah sudah melewati semua periode itu dengan seksama, imanan wahtisaban. Semata-mata karena iman kita kepada Allah seraya bermohon akan perhitunganNya.
Itu semualah yang membuat kita yakin, bahwa kemenangan yang dijanjikan Allah SWT berhak kita raih, dalam segala bentuk yang ada.  Entah dari kesehatan fisik maupun rohani, harta dan benda, moral, intelektual dan emosional.
Bila kita memang sungguh-sungguh melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, dan sekaligus sangat menjauhi apa yang dilarangNya selama Ramadhan yang lalu, maka adalah sangat wajar bila kondisi kita hari ini, menjadi - ibarat- bayi yang baru saja dilahirkan: bersih dan suci tanpa noda. Itulah wujud kemenangan kita, yang insya Allah akan dapat mengantarkan kita semuanya ke derajat taqwa yang sesungguhnya dan sekaligus meraih mardhatillah,  insya Allah.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد.
Ma`asyiral Muslimin wal Muslimat, Rahimakumullah
Bila kita hari ini mencapai dan menikmati hari kemenangan, kita perlu bertanya: bagaimana dengan hari esok, lusa dan seterusnya? Bisakah kita mempertahankan kemenangan yang sudah di tangan ini, hingga akhir hayat kita kelak?
Dapat dipastikan bahwa mulai hari ini pula, kita akan memasuki kembali kehidupan seperti sebelum atau di luar Ramadhan. Tidak ada lagi fadhilah yang berlimpah seperti yang Allah berikan selama bulan yang baru saja kita nikmati bersama, seperti pelipat gandaan pahala, dibelenggunya para setan dan iblis, dan khususnya malam lailatul qadr.  Inilah yang membuat sebagian ummat yang memahami makna Ramadhan, merasa sangat kehilangan, bersedih hati, karena habisnya kesempatan emas yang luar biasa selama Ramadhan, dan belum tentu umur yang Allah berikan, cukup untuk menunggu datangnya Ramadhan tahun yang akan datang.
Hadirin dan hadirat yang dirahmati Allah.
Kalaulah hari ini kita merasa mencapai kemenangan, maka setidaknya ada dua faktor sangat penting yang mengiringinya, yakni hadirnya bulan mulia ini dan sekaligus kuatnya faktor lingkungan atau suasana Ramadhan dalam keseharian kita sepanjang bulan. Namun, kedua faktor tersebut segera akan berlalu. Kalau Allah mengizinkan, insya Allah kita bisa berharap untuk bertemu dengan Ramadhan dalam 11 bulan lagi. Seiring dengan lewatnya Ramadhan, maka kita akan dihadapkan dengan suasana yang membuat suasana dan lingkungan, tentu akan berubah pula.
Lalu, akankah kita biarkan kemenangan yang sudah kita raih dengan susah payah ini, hilang atau setidaknya pudar sedemikian rupa, bukankah dengan demikian tingkat ketaqwaan yang insya Allah sudah membaik selama Ramadhan, akan kembali ke titik semula? Bukankah dengan demikian keridhoan atau mardhatillah akan menjauh pula secara otomatis? 
Inilah mestinya yang patut pula kita renungkan baik-baik. Mengapa demikian? Karena kita tidak pernah tahu kapan Malaikat Izrail akan datang menjemput kita. Kita semua berharap mengalami husnul khatimah, namun manakala kedatangan malaikatul maut bersamaan dengan saat rendah atau turunnya tingkat ketaqwaan kita, alangkah tidak beruntungnya..... Na’u dzubillahi min dzalik.
Oleh sebab itulah, kita perlu mengatur agar kemenangan yang sudah kita raih hari ini, kita pertahankan sebaik mungkin. Namun bagaimana caranya...?
Ma`asyiral Muslimin wal Muslimat, Rahimakumullah
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْد
Mempertahankan kemenangan sama pentingnya, atau mungkin lebih penting dibandingkan meraih kemenangan itu sendiri. Mengapa demikian? Karena bila kemenangan itu hilang, bukankah yang sebaliknya terjadi, yakni kekalahan.
Sebuah kemenangan, tidak pernah datang tiba-tiba dan tanpa usaha keras dan sungguh-sungguh. Kemenangan selalu diawali dengan niat untuk menang, diikuti dengan pemilihan strategi yang tepat, dan dilengkapi pula dengan upaya kerja keras serta tawakkal kepada Yang Maha Menentukan, Allah SWT.  Dalam bahasa lain, inilah yang disebut dengan manajemen, pengelolaan, tata kelola atau al-idarah.
Untuk itu, ada beberapa langkah yang dapat kita pertimbangkan.
Langkah pertama dalam rangka mempertahankan kemenangan itu adalah memahami makna kemenangan dalam perspektif yang benar, yakni perspektif Islam atau al-Qur’an. Bagaimana Islam memaknai kemenangan?
Dalam hal ini, al-Qur’an memakai dua istilah yang secara substantif bermakna sama. Kadangkala al-Qur’an menggunakan istilah muttaqun atau taqwa, sebagaimana tertulis dalam QS Al Baqarah (2):183, yang kemudian menjadi landasan utama bagi ummat islam untuk menunaikan ibadah puasa. Namun, kadang kala digunakan istilah al-falah, yang bermakna kemenangan atau keberuntungan seperti misalnya dalam QS al Mukminun (23): 1 – 10. Namun bila dikaji indikator keduanya sangat mirip. Mari kita lihat salah satunya, yakni: QS Al – Mukminun (23): 1 – 10.
ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ   tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd Ç`tã Èqøó¯=9$# šcqàÊ̍÷èãB ÇÌÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd Ío4qx.¨=Ï9 tbqè=Ïè»sù ÇÍÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ   žwÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& öNåk¨XÎ*sù çŽöxî šúüÏBqè=tB ÇÏÈ   Ç`yJsù 4ÓxötGö/$# uä!#uur y7Ï9ºsŒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrߊ$yèø9$# ÇÐÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÏF»oY»tBL{ öNÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÑÈ   tûïÏ%©!$#ur ö/ãf 4n?tã öNÍkÌEºuqn=|¹ tbqÝàÏù$ptä ÇÒÈ   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqèOͺuqø9$# ÇÊÉÈ  
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya”. 
Apa yang ditegaskan dalam ayat-ayat diatas, bukankah sangat mirip dengan apa yang selama ini kita kerjakan secara sangat sungguh-sunguh selama Ramadhan? Misalnya, kita mencoba menjaga sholat kita secara sangat teratur dan sekaligus meningkatkan kekhusyu’an. Kita menjauhi segala bentuk perbuatan tercela dan tiada berguna, kita membayar zakat, sedekah atau infaq, kita mengendalikan dengan sungguh-sungguh syahwat kita, sesuai dengan apa yang sudah diatur oleh syariah, kita menjaga amanat yang diberikan, dan seterusnya. Maka sebagai ganjaran, bila semuanya terpenuhi dengan baik adalah derajat ketaqwaan atau kemenangan itu.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ  وَلِلّهِ الْحَمْد
Jama’ah shalat Id yang berbahagia,
Efektifitas suatu usaha atau kegiatan, sangat ditentukan oleh manajemennya. Manajemen lazimnya dikenal mempunyai beberapa beberapa fungsi yang bila disederhanakan meliputi fungsi perencanaan (planning), organisasi (organizing) dan pengendalian (controlling). Masing-masing fungsi saling terkait satu sama lain. Bila salah satu atau lebih fungsi tidak berjalan dengan baik, maka efektifitas tentu juga tidak akan tercapai.
Oleh karena itu , setelah kita memahami sepenuhnya definisi atau kondisi apa yang kita ingin capai, maka langkah kedua yang harus dilakukan adalah melakukan perencanaan sebaik mungkin agar impian atau visi yang sudah jelas itu dapat kita wujudkan.
Perencanaan sesungguhnya bukan pekerjaan mudah dan sepele. Perencanaan memerlukan perenungan dan kecermatan. Ini seringkali terkait dengan strategi yang sekaligus harus dipertimbangkan. Itulahsebabnya – dalam proses menyusun rencana – kita perlu juga melakukan hisab atau evaluasi, setidaknya dengan memahami situasi internal pribadi dan eksternal lingkungan. Pemahaman akan internal kita serta lingkungan di sekitar kita akan menunjukkan kepada kita kekuatan atau kelebihan yang kita miliki, dan seringkali bahkan  [mungkin] tidak kita sadari. Pada waktu yang bersamaan, kita juga perlu memahami berbagai kelemahan yang tentu niscaya melekat pada masing-masing diri, sebagai insan yang dhoif.
Pemahaman akan kelebihan atau kekuatan, akan membantu kita melihat peluang apa yang dapat kita raih untuk mencapai tujuan. Sebaliknya, kekurangan atau kelemahan yang kita sadari melekat pada diri kita, dapat dijadikan sebagai alat deteksi awal kemungkinan terjadinya ancaman atau gangguan.
Perencanaan bagi sebagian pihak seperti kaum profesional dan birokrat serta pengusaha, mungkin sudah menjadi suatu yang bersifat rutin mereka lakukan. Hanya saja kita perlu bertanya, apakah kita semua sudah merencanakann hidup kita untuk hari akhir nanti, atau secara lebih spesifik, apakah kita sudah membiasakan membuat perencanaan untuk kegiatan ubudiyyah kita, termasuk upaya kita mempertahankan kemenangan yang insya Allah hari ini kita gapai bersama-sama lewat media Ramadhan dan tentu saja izin Allah SWT? Padahal, Al-Qur’an sudah mengingatkan kita agar selalu melakukan muhasabah dan menyusun perencanaan untuk masa depan kita, sebagaimana ditegaskan Allah dalam QS Al-Hasyr (59):18,
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Langkah ketiga – bila mengikuti pendekatan manajemen – adalah organizing, atau melakukan berbagai proses organisasi yang meliputi banyak hal termasuk staffing,koordinasi dan semacamnya, sehingga rencana yang sudah disusun dapat dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan strategi yang telah dipilih.
Proses ini luar biasa penting, agar tujuan tercapai. Disinilah segala rencana yang sudah disusun diimplementasikan secara optimal. Dalam konteks ini, misalnya seorang Muslim, semestinya bisa memilih secara tepat orang-orang yang dapat diajak kerjasama dalam pencapaian tujuan. Lingkungan merupakan salah satu kata kunci. Ketika seseorang berada pada lingkungan yang tidak tepat, maka boleh jadi rencana tidak akan berjalan, dan impian tetap menjadi sekedar impian.
Begitu pula proses alokasi sumber daya termasuk waktu, menjadi sangat penting. Kesalahan dalam melakukan koordinasi, termasuk pengaturan waktu tentu membuat target sulit dicapai.
Sekali lagi, cukup banyak orang yang cukup mahir dalam organisasi sebuah kegiatan duniawi, entah dalam bisnis atau profesi yang digeluti, namun entah berapa banyak Muslim yang melakuan proses yang baik dan benar dalam proses hidupnya, termasuk bila seseorang ingin mempertahankan kemenangan dalam konteks ibadah yang harmonis dengan muamalahnya.
Langkah terakhir, namun tak kalah penting adalah kegiatan pengendalian atau control. Pengendalian dapat dimaknai sebagai upaya untuk memastikan bahwa rencana dan kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan apa yang diharapkan atau yang dituju.
Sebagaimana kita tahu, bahwa sebagai makhluq Allah di muka bumi, manusia memang rentan dengan godaan, terutama dari musuh abadi kita, yakni setan dan iblis terkutuk. Para setan dan iblis, dengan izin Allah memang mendapat wewenang untuk menggoda kita dalam segala kebaikan yang kita lakukan. Kadang-kadang, begitu hebatnya mereka menggoda, kita sampai tidak merasakan terjebak pada ajakan mereka, atau malah menjadi bagian dari mereka.
Jangankan kita sebagai manusia biasa, para Nabi dan Rasul pun tidak luput dari godaan setan dan iblis terkutuk itu. Cara mereka menggodapun sangat variatif dan kreatif. Tidak bias dari depan, mereka akan masuk dari belakang, samping, atas atau bawah. Tidak mempan dengan sebuah cara, mereka gunakan cara lain. Tidak mempan secara langsung, mereka gunakan cara yang tidak langsung. Tidak bisa dengan cara cepat, mereka gunakan cara perlahan-lahan. Mereka memang luar biasa konsisten dalam missinya mengajak kita berbuat keji dan mungkar, agar menjadi teman mereka di Neraka kelak.
Oleh karena itu fungsi pengendalian menjadi sangat vital sekali, dan bila tidak ada fungsi kontrol, maka sia-sialah semua kegiatan atau fungsi manajemen yang diungkapkan di muka.
Bagaimana fungsi ini dapat dijalankan dengan baik?
Salah satu caranya adalah mengikuti apa yang dinasehatkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, yakni: haasibu anfusakum qabla an tuhasabu. Pandai-pandailah menghitung dirimu sebelum engkau dihitung...
Ini bermakna, bahwa seyogyanya secara teratur dan rutin, kita melakukan muhasabah diri, mencoba mengevaluasi sejauh mana kita sudah konsisten melakukan kegiatan sesuai dengan syariah, dan sebaliknya, sejauh mana pula mungkin kita melakukan pelanggaran atas berbagai larangan-larangan agama.
Proses muhasabah merupakan pelaksanaan fungsi kendali yang efektif, sebab lewat mahasabah, seseorang akan mengetahui secara jelas, apakah apa yang diusahakan sudah berjalan sebagaimana mestinya, sehingga tujuan, baik jangka pendek maupun jangka panjang dapat dicapai secara optimal, insya Allah.
Ada sebuah kisah kecil lain yang mungkin menarik kita simak. Suatu hari Ubay bin Ka’ab  ditanya oleh Umar bin Khattab tentang hakekat taqwa. Ketika itu Ubay balik bertanya: “Wahai Amirul mukminin, apa yang anda lakukan di saat anda melewati jalanan yang penuh duri? Umar manjawab: saya akan meneguhkan pandangan agar langkah kakiku tidak menginjak duri, lalu Ubay berkata: wahai amirulmukminin itulah taqwa.”
Taqwa, berdasarkan kisah singkat itu, ternyata juga sangat identik dengan pengendalian atau kontrol.
Sayangnya, bila kita lihat secara umum, sangat banyak diantara kita yang tergoda dengan bujukan setan dan iblis, sehingga walau kita hari ini menjadi pemenang, tidak mustahil dalam waktu dekat tergelincir menjadi kawan-kawan setan dan iblis, dan tentu menjadi pecundang.
Sekali lagi, dalam kegiatan muamalah duniawiyyah, cukup banyak diantara Muslim yang berprofesi sebagai birokrat, pengusaha atau profesional, yang mampu melakukan fungsi kontrol dengan baik. Namun, rasanya tidak kalah banyak pula, Muslim yang lalai melakukan fungsi kontrol dalam konteks yang lebih hakiki dalam menjalankan kehidupannya sebagai Khalifah di muka bumi ini.
Bila kita ingin mempertahankan kemenangan yang insya Allah kita peroleh hari ini, maka seyogyanya seluruh fungsi manajemen, termasuk fungsi pengendalian harus kita jaga sebaik-baiknya.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ  وَلِلّهِ الْحَمْد

Ma`asyiral Muslimin Rahimakumullah
Jamaah sholat Id yang berbahagia, melalui khutbah ini saya mengingatkan dan mengajak kita bersama untuk mempertahankan kemenangan yang sudah dicapai selama Ramadhan, ibarat sebuah bangunan ia bagaikan sebuah istana megah yang mengagumkan maka janganlah diruntuhkan kembali. Atau ibarat sebuah tenunan ia sudah menjadi pakaian yang sangat indah dipandang mata maka janganlah diurai kembali benang yang sudah ditenun itu ketika Ramadhan berlalu meninggalkan kita. Inilah makna dari ayat yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 92 : “ Janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menenun pakaian di pagi hari lalu sorenya diurai kembali”  betapa sia sianya, betapa ruginya bahkan betapa celakanya kalau itu yang dilakukan.
Akhirnya marilah kita sambut hari kemenangan ini sebagai sandaran untuk memulai kehidupan baru dengan hati dan semangat yang baru, maafkanlah segala kesalahan lupakan segala kekhilafan agar semua kita mendapatkan ridha dan maghfirah dari Allah SWT.  Semoga kita semua diizinkan kembali untuk menikmati indahnya Ramadhan pada masa yang akan datang.  Amin ya rabbal `alamin.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِي يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم وَعَلىَ آلِ اِبْرَاهِيْم وَباَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا باَرَكْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم فِى اْلعاَلَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد.
اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُما كَمَارَبَّيانَا صَغِيرًا وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَات وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِناَتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْواَتِ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   
اَللّهُمَّ آرِناَ الْحَقَّ حَقاًّ وَارْزُقْناَ اتِّباَعَهُ وَآرِناَ اْلباَطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِناَبَهُ.
اللَّهُمَّ افْتَحْ عَلَيْنَا اَبْوَابَ الخَيْرِ وَاَبْوَابَ البَرَاكَةِ وَاَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَاَبْوَابَ السَّلاَمَةِ وَاَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَاَبْوَابَ الجَنَّةِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّناَ آتِناَ فِي الدُّنْياَ حَسَنَةِ وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةِ وَقِناَ عَذاَبَ الناَّر. وَصَلَّى اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ  وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.


Tidak ada komentar: