Label

Jumat, 17 April 2009

KARTINI-an (Penggerusan Nilai Juang RA Kartini)





KARTINI-an
Jelang tanggal 21 April, ibu-ibu pada ribut, apalagi yang anaknya duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Ribut mencari pinjaman pakaian daerah bagi anak-anaknya untuk perayaan Hari Kartini. Demikian para pelajar sibuk mematut diri di persewaan pakaian daerah. Berbagai kegiatan juga digelar, ada lomba “ngadi salira”, lomba berhias diri, lomba masak, ada juga lomba memasak bagi bapak-bapak. Semuanya dimaksudkan untuk mengenang Tokoh Perempuan RA Kartini yang lahir 21 April 1879.
RA Kartini seorang perempuan yang rajin menulis surat kepada para sahabatnya di Belanda, yang sangat prihatin atas nasib kaumnya, terutama dalam bidang pendidikan. Keprihatinan itu kemudian diwujudkan dengan mendirikan sekolah gratis untuk perempuan di lingkungannya. Demikian juga semangat RA Kartini untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan, yang saat itu menadapatkan ketidakadilan oleh suasana tradisi yang berpihak kepada kaum lelaki.
Semangat Kartini itu telah menunjukkan hasilnya, diberbagai tempat muncul tokoh-tokoh perempuan dengan berbagai bidang keahlian. Perempuan Indonesia bahkan bangsa Indonesia berterimakasih pada RA Kartini. Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional melaui Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Lebih seabad perjuangan Kartini telah berkembang, kaum perempuan Indonesia merasakan jasa-jasanya. Tetapi apa yang dilakukan kaum perempuan setiap kali memperingati Hari kartini. Murid-murid menggunakan pakaian daerah, lomba berhias dan berbagai kegiatan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjuangan RA Kartini. Tetapi begitulah kebiasaan yang mentradisi telah menghilangkan makna perjuangan RA Kartini, dan masyarakatpun tidak mempedulikannya. Seakan kegiatan itu “tak ada salahnya”…..kapan kaum perempuan akan sadar…..wallahu a’lamu…..