Label

Senin, 20 Februari 2012

cublak cublak suweng……


cublak cublak suweng……
 Kata “cublak” adalah sebuah kata kebiasan atau idium yang digunakan untuk sebuah permainan saling tebak, sedang kata suweng artinya adalah hiasan telinga (bukan anting anting atau giwang) (ayo lah) bermain tebak tebakan (sebuah) informasi yang sangat penting”

Suwenge tinggelenter………..
Seperti diatas suweng artinya adalah sebuah informasi yang penting, tinggelenter artinya adalah banyak tersebar berserakan… jadi kalo digabungkan kedua kata tersebut ditemukan arti : “informasi penting (ini) (sebenarnya) tersebar disegala tempat.”

mambu ketundung gudhel……….
Mambu artinya adala tercium atau terdeteksi, ketundung artinya adalah diusir/dihilangkan, gudhel artinya adalah anak kerbau, tetapi dirasa kata “gudhel” adalah sebuah kata kata idium yang mengartikan orang bodhoh atau orang yang sok tau akan tetapi tidak tau…. Kenapa koq artinya begitu….. gudhel adalah anak kerbau, kerbau adalah hewan yang sangat bermanfaat khususnya masyarakat pertanian, disamping manfaat daging dan tenaganya biasanya juga dimanfaatkan. akan tetapi “gudhel” memang benar adalah anak kerbau (hewan yang sangat bermanfaat) akan tetapi ketika masih “gudhel” (ketika kerbau masih kecil) kerbau kecil tersebut taunya cuman makan dan bermain (masih belum bisa dimanfaatkan… tenaganya masih kecil, dagingnya masih sedikit). Jadi arti kata “mambu ketundung gudhel” adalah sesuatu yang tidak bermanfaat

Pak empong lera lere……… Pak empong adalah idium kata dari dewasa/kedewasaan… sebab artinya empong adalah ompong untuk penyebutan prang yang sudah berumur,…….. sedang disebut pak adalah artinya tua yang memiliki arti juga sudah menjadi dewasa …. Jadi kata “pak empong” adalah merujuk pada kata “orang yang dewasa dikarenakan mempunyai banyak pengalaman” kemudian lera lere artiya adalah menoleh kanan kiri atau memilih-milih. Jadi kata “pak empong lera lere” adalah "orang dewasa yang sudah banyak pengalaman (mencari dengan) memilah dan memilih (secara cermat)".

sopo ngunyu ndelek ake….. artinya… “siapa yang tertawa (pasti) menyembunyikan”, memiliki persamaan arti sama seperti “siapa yang tertawa/menertawakan pasti mengetahui (kebohongan) yang ada” atau kalo lebih dipermudah kalo dibaca akan ketemu kata seperti ini “siapa yang (mengetahui pasti akan)(ketika) mengetahui (kebohongan) yang ada”

sir, sirpong dele kopong…
kalo kata “sir pong dele kopong” kurang lebih artinya emmm … pong adalah sesuatu hal seperti bola yang kosong di dalam nya, sedang dele (kedelai) kopong adalah kedelai yang mengambang diatas air…..kalau tidak salah, artinya menjadi seperti ini…. “(sesuatu) yang dianggap besar tersebut sebenarnya tidak ada isinya” atau memiliki persamaan arti dengan ini (biar nyambung sama kalimat kalimat terdahulunya, sebab ini adalah rangkaian sebuah tembang) “informasi yang dianggap benar sekarang ini, sebenarnya adalah kebohongan”

Sehingga kalo digabungkan semua katanya dan disusun sesuai susunan “tembang Cublak Cublak suweng” membentuk kalimat seperti ini :

“(ayo lah) bermain tebak tebakan (sebuah) informasi yang sangat penting.”
“(sebenarnya) informasi penting (ini) (sudah) tersebar disegala tempat.”
“(tetapi ketahuilah) kalo ketahuan (informasi penting ini) bakalan diusir/dihilangkan/dirusak oleh orang orang yang tidak mengerti (bodoh)”
“orang dewasa yang sudah banyak pengalaman/”ilmu” (mencari dengan) memilah milih (secara cermat)”.
“siapa yang (mengetahui pasti akan) tertawa/menertawakan (ketika) mengetahui (kebohongan)
“informasi yang dianggap benar (secara umum) sekarang ini sebenarnya adalah kebohongan”
“informasi yang dianggap benar (secara umum) sekarang ini sebenarnya adalah kebohongan”
“siapa yang (mengetahui pasti akan) tertawa/menertawakan (ketika) mengetahui (kebohongan)


diedit dari :

Rabu, 08 Februari 2012

Menjaga Kebersihan Karpet - Sajadah

Karpet – Sajadah
Menurut Wikipedia, Permadani atau ambal atau karpet adalah tekstil penutup lantai, terdiri dari lapisan atas "berbulu" yang melekat pada alasnya. Tumpukan permadani umumnya terbuat dari wol atau serat buatan manusia seperti polypropylene, dan biasanya terdiri dari lilitan-lilitan jumbai yang acapkali dipanaskan untuk mempertahankan struktur jalinan karpet.
Istilah "karpet" sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Italia kuno carpita, "carpire" yang berarti membului. Kata karpet biasanya dipakai juga untuk menyebut permadani, di mana permadani Persia diperkenalkan setelah dibukanya jalur perdangangan dengan Eropa barat pada abad ke-17. Dalam sejarahnya karpet atau permadani dipakai juga untuk menyebut penutup meja maupun dinding, karena karpet tidak lazim dipakai untuk menutupi lantai di Eropa hingga abad ke-18.
Ketika karpet digunakan sebagai sajadah sholat, maka fungsi karpet yang biasanya hanya bersentuhan dengan kaki, berubah menjadi juga bersentuhan dengan muka/wajah seseorang.  Disinilah letak permasalahannya. Penggunaan karpet sebagai sajadah/alas sholat di banyak masjid sudah demikian merata sampai pelosok, menggantikan tikar pandan maupun tikar plastik.
Sudah menjadi ketentuan bahwa sebelum sholat, maka setiap muslim harus suci dari hadats, yang diwujudkan dengan air, sehingga setiap masjid/mushola juga menyediakan pancuran/kran untuk berwudhu.  Sering kali orang setelah selesai berwudlu langsung masuk masjid, dan banyak masjid yang tidak menyediakan keset, untuk pengering kaki.  Sehingga karpet di dalam masjid menjadi basah karena terkena air dari jamaah yang selesai berwudlu.
Karpet adalah salah satu benda yang mudah sekali menjadi pengumpul debu, karena letaknya di bawah, juga sering kali diinjak kaki yang kurang bersih.  Debu yang terkumpul akan berakibat tumbuhnya suburnya sejenis tungau yang yang sangat kecil.  Tungau debu karpet (TDK) merupakan binatang sejenis kutu yang ukurannya sangat kecil, yakni 250-300 mikro sehingga baru terlihat di bawah mikroskop dengan pembesaran minimal 20x.
Binatang super mini ini tak dapat dilihat dengan mata biasa, melainkan harus menggunakan mikroskop. Ukurannya sangat kecil, namun dapat menyebabkan banyak penyakit.  Bila dilihat dari sisi fisiknya, bentuk binatang ini lonjong dengan jumlah kaki 8 buah. Binatang mikrospis itu diembel-embeli kata “debu” di belakang namanya karena hidupnya dari debu. Debu sebenarnya tumpukan dari bermacam-macam partikel yang salah satunya adalah sel kulit mati. Sesuai dengan nama latinnya, Dermatophagiodes (dermato = kulit manusia, phagoid = makanan), sumber makanan TDK adalah serpihan kulit manusia. Hal tersebut terkait langsung dengan habitat tempat TDK berkembang biak.  Untuk di masjid, telapak kaki paling banyak bersentuhan dengan karpet, sehingga sangat dimungkinkan serpihan kulit kaki akan menjadi sumber makanan bagi TDK. Demikian  pula kelembaban adalah salah satu keadaan yang menyebabkan tumbuh suburnya TDK, apalagi masjid/mushola dengan ventilasi dan kurangnya sinar matahari yang masuk tentu menyebabkan tingginya angka kelembaban. Karena ukurannya yang sangat kecil, maka TDK sangat ringan sehingga mudah sekali diterbangkan oleh angin dan terhirup masuk ke dalam saluran nafas, apalagi di masjid/mushola, maka posisi sujud akan sangat dimungkinkan orang menghirup TDK dan tentu saja apabila TDK masuk ke dalam saluran pernsafasan, akan menimbulkan efek alergi yang lebih berbahaya, terutama bagi mereka yang memang dalam kondisi kurang sehat.
Melihat persoalan di atas, perlu bagi setiap takmir (pengelola masjid) memperhatikan kebersihan dan perawatan karpet, agar karpet yang mestinya menjadi tempat yang nyaman, tidak berubah menjadi sumber penyakit.  Oleh karena itu secara teratur dan berkala karpet harus disedot debunya denga menggunakan vaccum cleaner.  Jadi sudah menjadi kebutuhan, apabila masjid/mushola menggunakan karpet maka perlu punya alat penyedot debu atau menjemur karpet diluar sambil dibersihkan debunya dengan sapu lidi atau mencuci dengan air-deterjen, meski berakibat pudarnya warna.
Janganlah sampai penggunaan karpet di masjid /musholla justru menimbulkan citra yang kurang bagus, karena kurangnya kesadaran jamaah/takmir untuk menjaga kebersihan, padahal “kebersihan adalah sebagian dari iman”

Rabu, 01 Februari 2012

Amal Intiqad Muhammadiyah



Oleh: Drs. H. Syamsul Hidayat, M.Ag.

Salah satu agenda besar Muhammadiyah pada masa kepemimpinan KH. Mas mansur (1936-1942), yang dikenal dengan “Langkah Dua Belas Muhammadiyah” yang dicanangkan tahun 1938-1940 adalah “Menuntut Amalan Intiqad”. Ini merupakan langkah keempat dari dua belas langkah yang digerakkan.KH. Mas Mansur mengawali penjelasan tentang langkah keempat ini dengan sebuah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr, Al-Bazzar, dan Baihaqi dari Anas, yang menyatakan bahwa Rasulullah dalam sebuah khutbahnya bersabda :
“Sungguh beruntung bagi orang yang selalu disibukkan untuk menyelediki aib dirinya sendiri, sehingga tidak sempat untuk menyelidiki aib orang lain”. (Ibn Abdil Barr, Al-Bazzar, Baihaqi, hadits haan karena isnadnya tidak terlalu kuat. Syekh Albani menyatakan sanadnya dha’if, tetapi maknanya benar).

Intiqad dari kata “naqd”, artinya kritik, koreksi dan meneliti. Intiqad oleh Mas Mansur dimaknai dengan senantiasa melakukan perbaikan diri. Ini semakna dengan istilah yang berkembang di tengah masyarakat, yaitu istilah muhasabah al-nafs (interopeksi diri atau self correction atau zelf corrective). Tentang muhasabah ini Amirul Mukminin Umar ibn Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan :

“Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab, dan timbang-timbanglah amalanmu sebelum engkau ditimbang. Sesungguhnya hisab atas diri sendiri itu adalah pertobatan dari segala kemaksiatan sebelum dating kematian dengan taubat nasuha” (Ihya Ulumuddin).

Dalam konteks perjuangan dan dakwah, KH. Mas Mansur menegaskan, bahwa segala usaha dan pekerjaan kita disamping diperbesar, dikembangkan, tetapi jangan lupa untuk selalu diperbaiki, setelah dilakukan evaluasi secara menyeluruh, teliti dan cermat. Kesadaran untuk selalu meneliti dan merenungkan apa yang telah dikerjakan demi kebaikan di masa mendatang juga diisyaratkan oleh firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr:18)

Intiqad atau koreksi diri harus dilakukan di atas landasan iman dan taqwa kepada Allah dan ditujukan untuk menambah ketaqwaan kepada Allah. Hasil intiqad, penyelidikan dan perbaikan ini dalam gerakan Muhammadiyah, harus dimusyawarahkan dengan dasar dan tujuan untuk mendatangkan maslahat dan manfaat dan menjauhkan madharat (jalbul mashalih wa dar’ul mafasid). Dan dasar yang kedua, yakni menjauhkan madharat (dar’ul mafasid) harus didahulukan dari pada yang pertama (jalbul mashalih). Demikian jelas KH. Mas Mansur.

Intiqad adalah amal yang dapat mendatangkan kebaikan dan kesempurnaan, bahkan ia merupakan suatu syarat yang pokok dalam usaha menuju perbaikan dan kesempurnaan. Dengan intiqad, baik secara pribadi maupun jamaah, kita akan dapat mengetahui segala apa yang ada pada kita, yang baik dan yang buruk. Dengan demikian akhirnya kita dapat manambah apa-apa yang telah baik dan dapat merubah segala yang tidak atau kurang baik.

Pekerjaan intiqad itu suatu amal yang terpuji dan diperintahkan agama Islam. Oleh sebab itu amal intiqad harus menjadi langkah Muhammdiyah. Amal intiqad Muhammadiyah ini, oleh KH. Mas Mansur dibagi dalam tiga langkah, yaitu (1) intiqad kepada diri sendiri, (2) intiqad kepad teman sejawat dan sesama muslim , dan (3) intiqad kepada lembaga-lembaga (badan), seperti persyarikatan, majelis, biro dan sebagainya.

Tiga macam langkah intiqad itu memiliki jalan dan cara sendiri-sendiri. Cara intiqad kepada diri sendiri tidak boleh diterapkan begitu saja untuk intiqad kepada teman sejawat ataupun untuk intiqad kepada lembaga-lembaga yang lebih luas, demikian pula sebaliknya.