Label

Jumat, 19 Juni 2009

Memperdalam Ilmu Agama Liyatafaqqahu fi ddien


Memperdalam Ilmu Agama
Liyatafaqqahu fi ddien


“tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At Tubah : 122)
Tahun ajaran 2008-2009 akan segera berakhir, pengumuman hasil UNAS diwarnai berbagai hal, baik yang menggembirakan maupun meyedihkan sekaligus mengherankan. Kita lihat mereka yang barus lulus menunjukkan kegembiraannya dengan berbagai hal, dari yang saling menyemprot “pilok” ataupun yang konvoi keliling kota sampai yang menuju masjid untuk melakukan sujud syukur.
Kewajiban mencari ilmu memang sudah mentradisi di masyarakat, dan sistem pendidikan kita yang berjenjang membuat seluruh masyarakat mencoba untuk bertarung mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Apalagi kesempatan yang belum merata serta beaya pendidikan yang cukup tinggi untuk sekolah swasta. Semuanya saling berebut untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik dan murah.
Masyarakatpun menyadari bahwa kesempatan meraih pendidikan “yang baik” akan membuka kesempatan lapangan kerja yang menjanjikan. Pada pandangan masyarakat menjadi sarjana teknik, dokter, sarjana hokum atau sarjana yang menguasai pendidikan umum akan membuka peluang lapangan kerja. Itu tidak salah, memang pada kenyataannya lapangan kerja membutuhkan persyaratan tersebut. Kalau kita lihat di IKLAN LOWONGAN tentu akan menyebutkan berbagai persyaratan tersebut. Jarang sekali kita lihat iklan lowongan yang mencari sarjana penghafal qur’an atau sejenisnya, kalau adapun sangat terbatas.
Masyarakat membutuhkan para ahli agama hanya pada saat tertentu, kematian, pernikahan atau “sekedar” pengajian. Hal inilah yang membuat sedikit warga masyarakat yang “mengikhlaskan” anaknya untuk menuntut ilmu agama di Pondok Pesantren ataupun madrasah, sebagian menganggap “tidak menjanjikan” masa depan yang baik.
Maka perlu kita mengkaji ayat At Taubah-122, ketika Allah SWT mengingatkan agar jangan semuanya pergi berperang, tetapi hendaknya tetap ada yang meperdalam ilmu agama, agar nantinya bisa member peringatan kepada kaumnya. Ayat tersebut sangat perlu kita kaji sekarang ini, memang saat ini tidak musim perang. Tetapi “kata perang” yang difahami dari ayat tadi bias kita ganti dengan “mencari ilmu pengetahuan umum”. Jadi jangan semua pergi mencari ilmu pengetahuan umum, tetapi hendaknya ada dari setiap kelompok (firqah) yang memperdalam ilmu agama “liyataqqahu fi ddien”.
Berkenaan dengan ayat tersebut , marilah kita coba dari setiap kelompok (jamaah masjid) mengupayakan adanya sebagian anak-anak yang sejak awal diarahkan untuk menuntut ilmu agama, dan bila perlu dengan pembiayaan dari jamaah. Karena kalau kita lihat ayat tersebut bisa dikategorikan “wajib kifayah” untuk menyediakan adanya sebagian warga yang menuntut ilmu agama. Jangan pelajar yang mau jadi santri adalah mereka yang memang modal kurang, atau karena sudah diterima di perguruan umum, terus kemudian baru ke madrasah atau pondok pesantren. Masih sering didengar adanya pernyataan sebagian warga masyarakat :” Wah nilainya bagus koq masuk pondok pesantren” atau bahkan sebagian guru juga mengatakan demikian, sungguh suatu kenyataan yang memprihatinkan.
Kalau kita lihat dalam sejarah ilmu agama Islam, maka kita bias melacak orang-orang yang “liyataqqahu fi ddien” adalah mereka yang mempunyai “otak encer” kemampuan dan kecerdasan yang utama. Kita lihat para imam madzhab, para penghafal hadits, juga ilmuwan-ilmuwan Islam masa lampau adalah orang-orang yang mempunyai kecerdasan hebat.
Pada saat ini kita memang masih punya sederet ulama terkemuka, tetapi kalau kita tidak cermat, maka kita akan kehilangan bila tidak cepat menyediakan stok ulama masa depan. Maka perlu kita menyediakan sebagian warga kita atau bahkan anak-anak kita untuk menuntut ilmu agama di madrasah ataupun pondok pesantren. Marilah dengan sungguh-sungguh mengajak anak-anak kita untuk mencintai ilmu agama atau paling tidak kita ikut mendukung warga atau keluarga kita untuk menuntut ilmu agama. Insya Allah di masa depan akan lahir para alim ulama terkemuka yang nantinya akan memberikan pencerahan kepada kita semua juga kepada keluarga kita yang menuntut ilmu pengetahuan umum.